Kamis, 27 Februari 2014

Laporan PESTA (Seed Treatment)


SEED TREATMENT




LAPORAN



OLEH :



VICTOR HEVIT TARIGAN
100301160
AGROEKOTEKNOLOGI II B




LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013



SEED TREATMENT

 

LAPORAN


OLEH :

VICTOR HEVIT TARIGAN
100301160
AGROEKOTEKNOLOGI II B

Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian                                
 Universitas Sumatera Utara, Medan

Diketahui Oleh :
Dosen Penanggung Jawab Laboratorium




Ir. Fatimah Zahara )
NIP. 195907101989032001


Diketahui Oleh :                                                        Diperiksa Oleh :
        Asisten Koordinator                                                   Asisten Korektor


     Ary Hutama Samosir )                                         Ahmad Fauzi Sitompul )
            NIM. 080302005                                                       NIM. 080302007


LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013


KATA PENGANTAR
            Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya.
            Adapun judul dari laporan ini adalah “Seed Treatment” sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Praktikal di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
            Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada                      Ir. Toga Simanungkalit, MS., dr. Lisnawita, SP., MSi., dan Ir. Fatimah Zahara,  selaku dosen Penanggung jawab Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi serta abang dan kakak asisten yang telah membimbing penulis dalam penyelesaian laporan ini.
            Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang mendukung yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan ini.
            Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

                                                                                                   Medan,  Juni  2013
           
                                                                                                            Penulis


DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR….……………………………..………………….……………...i
DAFTAR ISI…………………………..……………………………….……………….ii
PENDAHULUAN
Latar belakang…………………………………………………………………………1
            Tujuan penulisan………………………………………………………………………2
            Kegunaan penulisan…………………………………………………………………..3
TINJAUAN PUSTAKA
            Biologi Patogen……...………………………………………………………….…….4
            Klasifikasi Sclerotium rolfsii Sacc……………………………………………….……4
            Daur Hidup…………………………………………………………….………….……5
            Gejala Serangan………………………………………………………………….…….6
            Pengendalian………………………………………………………………………….....7
            Perlakuan Benih (Seed Treatment)..............................................................................7
            Fungisida……………………..……...….…………………………………………9
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Percobaan……………………………………………………10
Bahan dan Alat……………………………………………………………………10
Prosedur Percobaan………………………….…………………………………...10
Metodologi Praktikum……………………………………….…………………..11
Perlakuan Inokulasi Sclerotium rolfsii Sacc…………………….……………….11
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil………………………………………….………………………………...…12
Pembahasan……………………………………………..…………………………15
KESIMPULAN
Kesimpulan………………………………………………………………………18
Saran………………………………………………….………………………….18
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Miselium Sclerotium rolfsii……………………………………………………..4
Gambar 2. Sklerotia Sclerotium rolfsii …………………………………...………………..5
Gambar 3. Gejala Serangan Sclerotium rolfsii ……...…………………………………….6

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jenis fungisida yang memiliki peluang besar dapat menekan serangan penyakit adalah fungisida sistemik, karena jamur penyebabnya berada di dalam jaringan tanaman. Namun demikian penggunaan fungisida sistemik perlu dilakukan dengan hati-hati selain mahal juga akan berdampak buruk bagi lingkungan, berpengaruh pada jamur non target, dan menyebabkan kekebalan terhadap jamur sasaran. Hasil pengujian terhadap beberapa jenis fungisida mendapatkan bahwa perlakuan fungisida berbeda nyata dalam menekan intensitas penyakit dibandingkan dengan tanaman yang tidak diperlakukan (kontrol) (Wiryadiputra, 2007).
Salah satu penghambat yang dapat menurunkan produksi kedelai adalah gangguan penyakit yang disebabkan oleh serangan jamur Sclerotium rolfsii Sacc. Semangun (1991) mengemukakan bahwa penyakit oleh S. rolfsii Sacc merupakan penyakit potensial pada tanaman kedelai karena tanaman yang terserang akan mati  dan patogen dapat bertahan lama di dalam tanah dalam bentuk sklerotia.Penyakit oleh S. rolfsii Sacc ini sering ditemukan serangannya pada kedelai baik  lahan kering, tadah hujan maupun lahan pasang surut dengan intensitas serangan sebesar 5-55 %. Tingkat serangan lebih dari 5 % di lapang sudah dapat merugikan secara ekonomi, tanaman kedelai yang terserang hasilnya akan rendah atau sama sekali gagal panen. Kehilangan hasil oleh S. rolfsii Sacc dapat mencapai 30 %, kerugian ini sering terjadi pada lahan-lahan yang selalu ditanami tanaman kedelai  dan kacang-kacangan lainnya (Wiryadiputra, 2007).
            Sclerotium rolfsii Sacc. merupakan cendawan patogen tular tanah, bersifat nekrotropis, dan menjadi penyebab penyakit busuk pangkal batang/leher akar pada kacang tanah. Patogen S.rolfsii umumnya dijumpai pada pertanaman kacang tanah. Pada kacang tanah yang peka terhadap serangan S.rolfsii patogen ini menyebabkan penurunan hasil polong hingga 74% (Pudjihartati dkk. 2006).
            Kedelai merupakan salah satu komoditas strategis jenis legume penting di Indonesia, diusahakan secara luas. Sejak tahun 1980 permintaan kedelai di Indonesia meningkat dengan pertambahan sekitar 18% per tahun            (Djunaedy, 2008). Kacang tanah (Arachis hypogea L.) merupakan salah satu tanaman pangan utama selain beras. Upaya optimalisasi produksi kacang tanah dipengaruhi ketersediaan benih bermutu. Harga benih kacang tanah yang relatif stabil merupakan salah satu keunggulan dalam usaha produksi benih kacang tanah (Ritonga, 2008). Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Pulau Jawa merupakan penghasil utama kacang hijau di Indonesia, karena memberikan kontribusi 61% terhadap produksi kacang hijau nasional          (Kasno, 2007).
Busuk batang S.rolfsii merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman kacang tanah, yang seringkali menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan tular tanah S.rolfsii Penyakit yang menyebabkan kebusukan pada pangkal batang kacang tanah dan seringkali penyebab kematian atau kerusakan yang parah ini relatif sulit diberantas, karena cendawan patogennya mempunyai inang beragam dan dapat membentuk sklerosia yang mampu bertahan hidup di dalam tanah dalam waktu lama                     (Yusnita dkk. 2010). Kerugian yang disebabkan oleh jamur S.rolfsii dapat mencapai 58,3%. Berdasarkan hasil survey dilapangan, lahan pertanaman kacang tanah yang terserang berat oleh jamur S.rolfsii yaitu di Mataram dengan tingkat serangan berkisar 80-90% (Astiko dkk. 2009).
            Saat ini pengendalian hayati semakin mendapat perhatian dalam perlindungan tanaman dari serangan organisme pengganggu. Pengendalian hayati adalah cara pengendalian yang ramah lingkungan dan prospektif dikembangkan untuk mengurangi penggunaan fungisida kimia yang semakin mahal. Dalam pengendalian hayati digunakan beberapa jenis mikroba yang bersifat antagonis terhadap patogen, sehingga mampu berperan sebagai biopestisida. Mikroba antagonis secara alami telah ada di lingkungan habitat tanaman, sehingga dapat dieksplitasi (Rahayu, 2008).
            Berdasarkan hal di atas maka dirasa perlu dilakukan percobaan pengujian benih (seed treatment) untuk mengendalikan patogen Sclerotium rolfsii Sacc. yang dapat mengurangi persentasi perkecambahan benih kacang kedelai.
Tujuan Percobaan
            Untuk mengetahui efektivitas, fungisida sistemik dan non sistemik untuk perlakuan benih (biji).
Kegunaan Penulisan
            Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal tes Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Patogen
            Menurut Semangun (1991), klasifikasi cendawan S. rolfsii Sacc. antara lain sebagai berikut :
Kingdom : Fungi
Divisi : Basiodiomycota
Kelas : Basiomycetes
Ordo : Agaracales
Famili : Typhulaceae
Genus : Sclerotium
Spesies : Sclerotium rolfsii Sacc.
            S. rolfsii mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kapas. Disini cendawan tidak membentuk spora. Untuk pemencaran dan untuk mempertahankan diri cendawan membentuk jumlah sklerotium yang semula berwarna putih, kemudian menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm (Semangun, 1991).











Gambar 1. Miselium S. rolfsii Sacc.
                       Sumber : http:// El departamento de Fitopatología
Seperti cendawan yang lain, S. rolfsii juga mempunyai hifa, tetapi tidak hifanya tidak membentuk spora melainkan sklerotia. Sehingga identifikasinya didasarkan atas karakteristik, ukuran, bentuk, dan warna sklerotia. Pada media buatan, sklerotia baru terbentuk setelah 8-11 hari. Sklerotia terdiri atas tiga lapisan yaitu kulit dalam, kulit luar dan kulit teras (Sumartini, 2011).
                       
                                     Gambar 2. Skelrotia S.rolfsii Sacc.
                            Sumber : htpp://balitkabi@litbang.deptan.go.id
Daur Hidup
Di daerah tropis  S. rolfsii tidak membentuk spora. Cendawan dapat bertahan lama dengan hidup secara saprofitik, dan dalam bentuk sklerotium yang tahan terhadap keadaan yang kurang. S. rolfsii umumnya terdapat di dalam tanah.Cendawan terutama terpencar bersama-sama dengan tanah atau bahan organik pembawanya. S. rolfsii dapat terpencar karena terbawa air yang mengalir. S. rolfsii terutama berkembang dalam cuaca yang lembab (Semangun, 1991).
S. rolfsii adalah cendawan yang kosmopolit, dapat menyerang bermacam-macam tumbuhan, terutama yang masih muda. Cendawan itu mempunyai miselium yang terdiri dari benang-benang berwarna putih, tersusun seperti bulu atau kipas. Cendawan tidak mempunyai spora, untuk pemencaran dan mempertahankan  diri cendawan membentuk sejumlah sklerotium yang semula berwarna putih kelak menjadi coklat dengan garis tengah kurang lebih 1 mm. Butir-butir ini mudah sekali terlepas dan terangkut oleh air. Sklerotium mempunyai kulit yang kuat sehingga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan. Di dalam tanah sklerotia dapat bertahan sampai 6 – 7 tahun. Dalam cuaca yang kering sklerotium akan mengeriput, tetapi justru ini akan berkecambah dengan cepat jika kembali berada dalam lingkungan yang lembab (Semangun, 1991).
Gejala Serangan
S. rolfsii  dapat menyerang tanaman kacang tanah mulai dari saat perkecambahan sampai tanaman produksi. Serangan terutama terjadi pada pangkal batang, tetapi juga bditemukan pada polong, cabang terbawa atau cabang tanaman yang menyentuh permukaan tanah. Tanaman lebih umum terserang pada fase vegetatif, tetapi lebih peka pada saat perkecambahan (Mansyurdin, 1993).
Penyakit layu  S. rolfsii menyebabkan pada pangkal batang terdapat benang-benang putih menyerupai bulu. Benang-benang tersebut berubah bentuk menjadi butir-butir bulat atau jorong berwarna coklat. Serangan berat yang dapat menyebabkan tanaman layu, menguning dan akhirnya pangkal batang membusuk. Serangan pada buah dapat menyebabkan tanaman busuk (Fachrudin2000).
Tanaman yang sakit, layu dan menguning perlahan-lahan. Pada pangkal batang dan permukaan tanah di dekatnya terdapat benang-benang jamur berwarna putih seperti bulu. Benang-benang ini kemudian membentuk sklerotium atau gumpalan benang yang berwarna putih akhirnya menjadi coklat seperti biji sawi dengan garis tengah 1  – 1,5 mm. Karena mempunyai dinding yang keras, skletorium dapat dipakai untuk mempertahankan diri terhadap kekeringan, suhu tinggi dan lain-lain yang merugikan (Semangun,1991).


    Gambar 3. Gejala serangan S.rolfsii
        Sumber : http://repository.usu.ac.id/Sclerotium rolfsii

Pengendalian
            Pada umumnya untuk mengendalikan penyakit dilakukan petani dengan menggunakan fungisida (bahan kimia) dan pengendalian dengan menggunakan agen hayati (pengendalian hayati). Pengendalian hayati dengan menggunakan mikroba yang bersifat antagonis merupakan salah satu alternatif pengendaluan patogen tular tanah selain menggunakan fungisida (Rahayu, 2008).
            Pada umumnya pengendalian dapat dikurangi dengan penggarapan tanah yang lebih baik, perbaikan drainase dan penanaman dengan jarak tanam yang besar, untuk menanggulangi cendawan Sclerotium rolfsii banyak cara yang bisa dilakukan antara lain dengan menananm varietas yang tahan terhadap cendawan tersebut, pemberantasan secara mekanik yaitu dengan mencabut dan membakar tanaman yang terserang serta secara kimiawi dengan menggunakan fungisida. Kemudian secara mekanik dengan dibajak dan menimbun yang dalam sisa tanaman kemudin melakukan rotasi tanaman (Semangun, 1991).
            Pengendalian patogen tular tanah ini pada umumnya digunakan dengan cara pengaturan pola tanah, pengapuran, varietas tahan, drainasi yang baik, dan aplikasi fungisida sistemik, sedangkan penggunaan mikoriza untuk pengendalian sudah dilakukan pada padi gogo (Djunaedy, 2008).
Perlakuan Benih (Seed Treatment)
Perlakuan benih merupakan bagian dari sistem produksi benih. Setelah benih dipanen dan diproses, benih biasanya diberikan perlakuan (seed treatment) untuk berbagai tujuan. Tujuan perlakuan benih adalah (1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama,              (2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah,             (3) meningkatkan perkecambahan atau melindungi benih dari patogen dan hama, perlakuan benih dengan tujuan seperti ini berupa priming, coating, dan pelleting (Agustiansyah, 2011).
Usaha untuk menurunkan nilai kerusakan yang disebabkan oleh jamur Sclerotium rolfsii telah banyak dilakukan. Penggunaan fungisida kimiawi sering menjadi pilihan utama dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang S.rolfsii, namun fungisida dapat memberikan dampak negatif baik pada pengguna, sasaran maupun terhadap lingkungan (Astiko dkk. 2009).
            Pada umumnya uji vigor benih hanya sampai tahapan bibit. Karena terlalu sulit dan mahal untuk mengamati seluruh lingkaran hidup tanaman. Oleh karena itu digunakanlah kaidah korelasi misal dengan mengukur kecepatan berkecambah sebagai parameter vigor, karena diketahui ada korelasi antara kecepatan berkecambah dengan tinggi rendahnya produksi tanaman. Rendahnya vigor pada benih dapat disebabkan beberapa hal antara lain faktor genetis, fisiologis, morfologis, sitologis, mekanis dan mikrobia (Koes dan Arief, 2011).
Benih yang bermutu rendah masih dapat ditingkatkan viabilitas dan vigornya melalui perlakuan benih yaitu perlakuan invigorasi. Invigorasi adalah proses bertambahnya vigor benih, yaitu proses metabolisme terkendali yang dapat memperbaiki kerusakan subseluler dalam benih. Salah satu perlakuan invigorasi benih adalah matriconditioning. Matriconditioning dapat memperbaiki viabilitas dan vigor benih kacang-kacangan dan benih sayur-sayuran. Matriconditioning meningkatkan kecepatan berkecambah dan daya berkecambah benih, serta meningkatkan kemampuan tumbuh dan produksi di lapangan (Budiman, 2009).
Fungisida
Fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui jalur simplas (melalui dalam sel). Pada umumnya fungisida sistemik ditranslokasikan ke bagian atas (akropetal) yakni dari organ akar ke daun. Beberapa fungisida sistemik juga bergerak ke bawah, yakni dari daun ke akar. Fungisida non sistemik tidak dapat diserap dan ditranslokasikan ke dalam jaringan tanaman. Fungisida non sistemik hanya membentuk lapisan penghalang di permukaan tanaman umumnya daun tempat fungisida disemprotkan. Karena itu fungisida kontak sebagai protektan dan hanya efektif bila digunakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit (Sunardi, 2007).
            Syarat ideal fungisida sistemik adalah : 1) bekerja sebagai toksijkan dalam tanaman inang, 2) mengganggu metabolism inang dan mengimbas ketahanan fisik maupun kimia terhadap patogen dan tidak mengurasi kuantitas, maupun kualitas tanaman, 3) dapat diabsorbsi dengan baik dan ditranslokasikan dari titik aplikasi ke tempat patogen dan mempunyai derajat stabilitas dalam tanaman inang, 4)toksisitas terhadap mamalia cukup rendah, 5) meningkatkan ketahanan inang (Djunaedy, 2008).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Percobaan
            Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada ketinggian tempat ±25 m di atas permukaan laut yang dilakukan pada hari Rabu 08 Mei 2013 pukul 10.00 wib sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
            Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah Fungisida sistemik dan kontak sebagai bahan perlakuan, bedan sebagai bahan perekat agar pestisida menempel, tanah sebagai medi tanam dan mengecambahkan benih, air steril untuk menyiram benih dan merendam benih, benih kacang hijau, kacang tanah dan kacang kedelai sebagai bahan percobaan dalam pengamatan, Sclerotium rolfsii sebagai patogen pada percobaan, spidol sebagai penanda perlakuan pengamatan.
            Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah kotak tray sebagai tempat atau wadah untuk menumbuhkan kecambah, beaker glass untuk menakar fungisida sebelum dilakukan penyemprotan, kain serbet digunakan untuk mengelap, batang pengaduk digunakan untuk mengaduk larutan, timbangan analitik digunakan untuk menimbang fungisida dan bedak, dan masker sebagai penutup mulut.
Prosedur Percobaan
-          Dipersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
-          Disiapkan 9 kotak tray
-          Diisi 9 kotak tray dengan tanah steril sebanyak ¼ bagian tinggi kotak tray
-          Dilembabi tanah dengan air hingga tanah benar-benar lembab
-          Ditimbang fungisida kontak sebanyak 1 gr kemudian dilarutkan dalam 1 liter air
-          Untuk perlakuan kontak diambil 50 butir kacang tanah, kedelai, dan kacang hijau, lalu dicampurkan dan diaduk rata dengan fungisida kontak yang telah dicampuri dengan bedak talk hingga seluruh permukaan benih telah tertutup fungisida kontak
-          Untuk perlakuan sistemik diambil 50 butir kacang tanah, kedelai dan kacang hijau lalu direndam dengan fungisida sistemik yang telah dilarutkan dalam air kemudian kacang tersebut direndam di dalam fungisida sistemik selama 15 menit
Metodologi Praktikum
Perlakuan        :           3
Kombinasi       :           3 x 3 = 9
Jumlah lubang :           25
Jumlah benih   :           2/lubang tanam = 50/perlakuan
Perlakuan Inokulasi S. rolfsii Sacc.
-          Disediakan bahan dan alat
-          Diambil patogen S. rolfsii Sacc. pada media dengan menggunakan jarum inokulum dan bor
-          Disediakan 1000 ml air di dalam sprayer
-          Dimasukkan patogen Sclerotium rolfsii Sacc. ke dalam handsprayer dan diaduk secara konstan selama 5 menit.
-          Disemprotkan secara berkala pada setiap perlakuan
-          Diamati perkecambahan dan diambil/dicatat datanya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
a.      Komoditi : Kacang Tanah (Arachis hypogea L.)
Tanggal Pengamatan
Perlakuan
Perkecambahan
Persentase Perkecambahan
Keterangan
Normal
Abnormal
Tidak tumbuh
10/05/2013
Kontrol
13
-
-
52%
Terdapat jamur pada media
Sistemik
12
-
-
48%
Terkena jamur
Kontak
13
-
-
52%
Terkena jamur
11/05/2013
Kontrol
9
4
12
52%
4 tanaman abnormal
Sistemik
10
2
13
48%
2 tanaman abnormal
Kontak
16
-
9
64%
Tumbuh baik
13/05/2013
Kontrol
9
4
12
52%
4 tanaman abnormal
Sistemik
10
4
11
56%
4 tanaman abnormal
Kontak
20
4
1
98%
4 tanaman abnormal
16/05/2013
Kontrol
18
-
7
72%
-
Sistemik
16
1
9
64%
2 layu
Kontak
19
1
6
76%
3 layu
17/05/2013
Kontrol
20
-
15
80%
-
Sistemik
16
1
9
64%
3 layu
Kontak
19
1
6
76%
4 layu
18/05/2013
Kontrol
22
-
3
88%
-
Sistemik
16
1
9
64%
5 layu
Kontak
19
1
6
76%
5 layu
20/05/2013
Kontrol
23
-
2
92%
-
Sistemik
16
1
9
64%
5 layu
Kontak
19
1
6
76%
5 layu
21/05/2013
Kontrol
24
-
1
96%
-
Sistemik
16
1
9
64%
7 layu
Kontak
19
1
6
76%
6 layu


b.      Komoditi : Kacang hijau (Phaseolus radiates L.)
Tanggal Pengamatan
Perlakuan
Perkecambahan
Persentase Perkecambahan
Keterangan
Normal
Abnormal
Tidak tumbuh
10/05/2013
Kontrol
25
-
-
100%
Baik
Sistemik
25
-
-
100%
Baik
Kontak
24
-
1
96%
Belum tumbuh
11/05/2013
Kontrol
25
-
-
100%
Baik
Sistemik
24
1
-
96%
1 tanaman abnormal
Kontak
24
-
-
96%
1 belum tumbuh
13/05/2013
Kontrol
24
1
-
96%
1 belum tumbuh
Sistemik
24
1
-
96%
1 belum tumbuh
Kontak
24
-
1
96%
1 belum tumbuh
16/05/2013
Kontrol
24
-
1
96%
1 layu
Sistemik
19
5
1
76%
1 layu
Kontak
24
-
-
96%
1 layu
17/05/2013
Kontrol
22
-
-
88%
-
Sistemik
22
-
-
88%
-
Kontak
24
-
1
96%
1 layu
18/05/2013
Kontrol
24
-
-
96%
1 layu
Sistemik
20
-
-
80%
5 layu
Kontak
22
-
-
88%
3 layu
20/05/2013
Kontrol
24
-
-
96%
1 layu
Sistemik
20
-
-
80%
5 layu
Kontak
22
-
-
88%
5 layu
21/05/2013
Kontrol
24
-
-
96%
1 layu
Sistemik
20
-
-
80%
5 layu
Kontak
22
-
-
88%
5 layu


c.       Komoditi : Kacang Kedelai (Glycine max L. Merrill.)
Tanggal Pengamatan
Perlakuan
Perkecambahan
Persentase Perkecambahan
Keterangan
Normal
Abnormal
Tidak tumbuh
10/05/2013
Kontrol
24
-
-
96%
Baik
Sistemik
12
-
-
48%
Baik
Kontak
9
-
-
36%
Baik
11/05/2013
Kontrol
9
2
14
36%
2 tanaman normal
Sistemik
6
6
13
84%
6 tanaman abnormal
Kontak
10
-
15
40%
Tumbuh baik
13/05/2013
Kontrol
13
2
10
52%
2 tanaman abnormal
Sistemik
11
6
9
44%
6 tanaman abnormal
Kontak
12
1
12
48%
1 tanaman abnormal
16/05/2013
Kontrol
23
2
-
92%
-
Sistemik
20
-
5
80%
2 layu
Kontak
22
-
3
80%
2 layu
17/05/2013
Kontrol
23
2
-
92%
-
Sistemik
20
1
5
80%
3 layu
Kontak
22
1
3
88%
3 layu
18/05/2013
Kontrol
23
2
-
92%
-
Sistemik
20
2
5
80%
5 layu
Kontak
23
2
2
88%
4 layu
20/05/2013
Kontrol
23
2
-
92%
-
Sistemik
21
3
5
84%
6 layu
Kontak
23
2
2
92%
5 layu
21/05/2013
Kontrol
23
2
-
92%
-
Sistemik
22
3
5
88%
6 layu
Kontak
23
3
2
92%
5 layu

Pembahasan
            Berdasarkan data persentase perkecambahan yang tertinggi pada kacang hijau (Phaseolus radiatus L.) yakni pada perlakuan kontak sebesar 96 % dan yang terendah pada perlakuan sistemik sebesar 80 %. Hal ini disebabkan karena fungisida secara kontak dapat mencegah infeksi cendawan dengan menghambat perkecambahan spora atau miselium jamur yang menempel pada permukaan tanaman. Dan hal ini yang mengakibatkan fungisida yang bersifat protektan. Hal ini sesuai dengan literatur Sunardi (2007) yang menyatakan bahwa karena itu fungisida kontak sebagai protektan dan hanya efektif bila digunakan sebelum tanaman terinfeksi oleh penyakit.
            Berdasarkan data persentase perkecambahan yang tertinggi pada kacang tanah (A. hypogea L.) yakni pada perlakuan control sebesar 96% dan yang terendah terdapat pada perlakuan sistemik yaitu 48%. Hal ini terjadi karena fungisida sistemik mentranslokasikan fungisida tersebut ke bagian tanaman lainnya setelah diabsorbsi oleh organ-organ tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Sunardi (2007) yang menyatakan bahwa fungisida sistemik diabsorbsi oleh organ-organ tanaman dan ditranslokasikan ke bagian tanaman lainnya melalui pembuluh angkut maupun melalui jalur simplas (melalui dalam sel).
            Berdasarkan data persentase perkecambahan yang tertinggi pada kedelai (G. max L. Merrill.) terdapat pada perlakuan secara kontrol dan sistemik 36% dan 24% dan yang terendah pada perlakuan secara kontak yakni 36%. Hal ini disebabkan karena keadaan benih dalam keadaan tidak baik (luka) yang menyebabkan benih dapat mati dan melemahkan daya kecambah, pada kedelai   (G. max L. Merrill.) hanya 1 kecambah yang berkembnag dalam keadaan abnormal sehingga menyebabkan kecambah rentan terserang penyakit. Hal ini sesuai dengan literatur Koes dan Arif (2011) yang menyatakan bahwa luka pada kulit benih yang dapat menstimulasi cendawan untuk memasuki benih sehingga dapat mematikan benih atau melemahkan kecambah.
            Setelah dilakukannya inokulasi S. rolfsii Sacc., berdasarkan data hamper seluruh tanaman yang telah diaplikasikan oleh S. rolfsii Sacc. mengalami pengkerutan pada ujung daun hingga ke bagian tengah daun. Dan pada daun ada yang mongeriting, serta terdapat bercak coklat pada bagian daun dan berbentuk seperti lingkaran. Hal ini sesuai dengan literatur Djunaedy (2008) yang menyatakan bahwa gejala pertama penyakit busuk pangkal batang sclerotial blight terlihat pada tanaman berumur 2-5 minggu. Pada umur tersebut tanaman tampak layu dan daun menjadi coklat.
            Beberapa tujuan perlakuan benih yakni untuk menghasilkan sumber infeksi benih, sebagai perlindungan bagi bibit tanaman serta meningkatkan perkecambahan pada benih. Hal ini sesuai dengan literature Agustiansyah (2011) yang menyatakan bahwa tujuan perlakuan benih adalah 1) menghilangkan sumber infeksi benih (disinfeksi) untuk melawan patogen tular benih dan hama, 2) perlindungan terhadap bibit ketika bibit muncul di permukaan tanah, dan lainnya.
            Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan yakni suhu (temperatur), panjang penyinaran matahari, air, udara, serta faktor dari kesehatan benih itu sendiri. Dimana bila benih dalam kondisi tidak baik misalnya kulit benih luka juga akan mempengaruhi pertumbuhan kecambah. Dengan adanya perlakuan benih dapat meningkatkan vigor benih serta viabilitas benih. Hal ini sesuai dengan literatur Koes dan Arif (2011) yang menyatakan bahwa kemunduran suatu benih dapat diterangkan sebagai turunnya kualitas atau viablitas benih yang menyebabkan rendahnya vigor dan jeleknya pertumbuhan tanaman serta produksinya.

KESIMPULAN
1.      Berdasarkan data persentase perkecambahan tertinggi pada kacang tanah terdapat pada perlakuan kontak yaitu 96% dan terendah pada perlakuan sistemik 48%.
2.      Berdasarkan data persentase perkecambahan tertinggi pada kacang hijau terdapat pada perlakuan kontak sebesar 96% dan terendah perlakuan sistemik 80%.
3.      Berdasarkan data persentase perkecambahan tertinggi pada kedelai terdapat pada perlakuan kontrol yakni 36% dan terendah pada perlakuan sistemik 24%.
4.      Setelah dilakukan inokulasi S. rolfsii Sacc. pada seluruh jenis tanaman yakni banyak bagian tanaman yang mengalami perubahan yakni tanaman layu, daun mengerut, mongeriting serta berwarna coklat.
5.      Tujuan perlakuan benih yakni untuk melindungi benih dari sumber infeksi, perlindungan bibit tanaman, serta untuk meningkatkan daya perkecambahan.
6.      Faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan yakni suhu, panjang penyinaran matahari, air, udara, dan lainnya.
Saran
Sebaiknya pada pengujian benih (seed treatment) menggunakan pengendalian hayati yaitu dengan memanfaatkan agen antagonis dan penggunaan fungisida kimia merupakan alternatif terakhir dalam pengendalian cendawan       S. rolfsii.

DAFTAR PUSTAKA

Agustiansyah.  2011.  Perlakuan  Benih  untuk  Perbaikan  Pertumbuhan Tanaman
Hasil dan Mutu Benih Padi serta Pengendalian Penyakit Hawar Daun Bakteri dan pengurangan Penggunaan Pupuk Fosfat. IPB PRESS, Bogor.

Astiko,  W.,  I.  Muthahanas,  Y.  Fitriani. 2009. Uji Ketahanan Beberapa Varietas
Kacang Tanah Lokal Bima Terhadap Penyakit Sclerotium rolfsii Sacc. . Crop Agro Vol.2 No.1.

Budiman,  C.  2009.  Pengaruh Perlakuan Pada Benih Padi (Oryza sativa L.) yang
Terinfeksi Xanthomonas oryzae pv. Oryzae Terhadap Pertumbuhan Tanaman dan Hasil Padidi Rumah Kaca. IPB PRESS, Bogor.

Djunaedy,   A.   2008.  Aplikasi  Fungisida  Sistemik  dan  Pemanfaatan  Mikoriza
dalam Rangka Pengendalian Patogen Tular Tanah pada Tanaman Kedelai (Glycine max L. Merrill.). Pertanian Unijaya, Embrya Vol.5 No.2.

Fachruddin, L. 2000. Budidaya Kacang-Kacangan. Kanisius, Yogyakarta.

Kasno, A. 2007. Kacang Hijau. Alternatif yang Menguntungkan Ditanam di Lahan Kering. Sinar Tani, Edisi 23-29 Mei 2007, Balitkabi, Malang.

Koes,  F.  dan  R.  Arief.  2011. Pengaruh Perlakuan Matri Conditioning Terhadap
Viabilitas dan Vigor Benih Jagung. Seminar Nasional Serealia. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Bogor.

Mansyurdin. 1993. Kolonisasi Sclerotium rofsii Sacc. pada Jaringan Pangkal Batang Tanaman Kacang Tanah, dalam jurnal Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Vol.2 No.2 Thn 1993.

Pudjihartati, E., Siswanto, S. Ilyas, dan Sudarsono. 2006. Aktivitas Enzim Kitinase pada Kacang Tanah yang Sehat dan yang Terinfeksi       Sclerotium rolfsii. IPB, Bogor.

Rahayu, D. W. 2008. Teknik Pengendalian Patogen secara Kimia dengan Menggunakan Beberapa Fungisida. IPB, Bogor.

Ritonga, A. W. 2008. Produksi Benih Kacang Tanag Varietas Gajah. IPB, Bogor.

Semangun, H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Sumartini. 2011. Penyakit Tular Tanah (Sclerotium rolfsii dan Rhizoctonia solani)
Pada Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian serta Cara Pengendaliannya. Balai Penelitian Kacang-Kacangan dan Umbi-umbian, Bogor.

Sunardi.   2007.   Formulasi   Fungisida.   Hayati  General  of  Bioorganic  March.
2007.p-7-12.

Wiryadiputra,     S.     2007.      Epidemi      Penyakit     Tumor     Pada     Sengon          
(Paraserianthes falcatria) di Jawa Timur, Indonesia. Jurnal Ilmu Kehutanan., Vol. 1 No. 1.