Kamis, 27 Februari 2014

Paper Pesta (Potensi Residu Pestisida Dalam Tanah)


POTENSI RESIDU PESTISIDA TERAHADAP TANAH



PAPER


Oleh :


VICTOR HEVIT TARIGAN
 100301160
AGROEKOTEKNOLOGI I




LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013


POTENSI RESIDU PESTISIDA TERAHADAP TANAH



PAPER



Oleh :

VICTOR HEVIT TARIGAN
 100301160
AGROEKOTEKNOLOGI I



Paper Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Pra Praktikal Tes
di Laboratorium  Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan

Diketahui Oleh :
Dosen Penanggung Jawab Laboratorium



(Ir. Fatimah Zahara)
NIP. 19590710 198903 2 001


    Disetujui  Oleh :                                                                   Diperiksa Oleh:
Asisten Koordinator                                                             Asisten Korektor




(Ary Hutama Samosir)                                                         (Friska E. Sitepu)
NIM. 080302005                                                                    NIM. 080302020                  


LABORATORIUM PESTISIDA DAN TEKNIK APLIKASI
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan paper ini.
Adapun judul dari paper ini adalah “Potensi Residu Pestisida Terhadap Tanah” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti pra praktikal tes di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada                  Ir. Fatimah Zahara., Dr. Ir. Lisnawita, MS., Ir. Toga Simanungkalit, MS.,;                                Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, MS., Prof. Ir. Edison Purba, PhD.,            Dr. Ir Hasanuddin, MS.,  dan Ir. M. Iskandar Pinem, M.Agr  selaku para dosen pengajar mata kuliah Pestisida dan Teknik Aplikasi dan juga kepada abang dan kakak asisten Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi yang telah membantu dalam menyelesaikan paper ini.
Penulis menyadari bahwa paper ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perkembangan paper ini kedepannya.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih. Semoga paper ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.



 Medan,     April  2013



             Penulis


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .....................................................................................  i
DAFTAR ISI .....................................................................................................  ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................  1
Tujuan Penulisan .......................................................................................  2
Kegunaan Penulisan ..................................................................................  3
POTENSI RESIDU PESTISIDA TERAHADAP TANAH
Pengertian Pestisida................................................................................... 4
Residu Pestisida Terhadap Tanah.............................................................. 6
          Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Residu Pestisida Dalam Tanah......... 7
          Pengaruh Pestisida Terhadap Mikroorganisme Tanah............................... 8

KESIMPULAN ................................................................................................  15
DAFTAR PUSTAKA




PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produksi pertanian. Untuk pengendalian OPT, jalan pintas yang sering dilakukan adalah menggunakan pestisida kimia. Padahal penggunaan pestisida yang tidak bijaksana banyak menimbulkan dampak negatif, antara lain terhadap kesehatan manusia dan kelestarian lingkungan hidup. Memperhatikan pengaruh negatif pestisida tersebut, perlu dicari cara-cara pengendalian yang lebih aman dan akrab lingkungan. Hal ini sesuai konsepsi pengendalian hama terpadu (PHT), bahwa pengendalian OPT dilaksanakan dengan mempertahankan kelestarian lingkungan, aman bagi produsen dan konsumen serta menguntungkan petani (Oginawati, 2005).
Pestisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan perkembangan/pertumbuhan dari hama, penyakit dan gulma. Tanpa menggunakan pestisida akan terjadi penurunan hasil pertanian. Pestisida secara umum digolongkan kepada jenis organisme yang akan dikendalikan populasinya. Insektisida, herbisida, fungsida dan nematosida digunakan untuk mengendalikan hama, gulma, jamur tanaman yang patogen dan nematoda. Jenis pestisida yang lain digunakan untuk mengendalikan hama dari tikus dan siput (Alexander, 1977). Berdasarkan ketahanannya di lingkungan, maka pestisida dapat dikelompokkan atas dua golongan yaitu yang resisten dimana meninggalkan pengaruh terhadap lingkungan dan yang kurang resisten. Pestisida yang termasuk organoc hlorines termasuk pestisida yang resisten pada lingkungan dan meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan, contohnya DDT, Cyclodienes, Hexachlorocyclohexane (HCH), endrin. Pestisida kelompok organofosfat adalah pestisida yang mempunyai pengaruh yang efektif sesaat saja dan cepat terdegradasi di tanah, contohnya Disulfoton, Parathion, Diazinon, Azodrin, Gophacide, dan lain- lain (Sudarmo, 1991).
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang mana harus sejalan dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan am an bagi lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad penganggu selain menggunakan pestisida kadang- kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu. Sampai saat ini hanya pestisida yang mampu melawan jasad penganggu dan berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil (Sudarmo, 1991).
Informasi yang terperinci tentang tingkat keracunan, keberadaan dalam tanah, jalan pengangkutan yang lebih dominan dari berbagai herbisida, insektisida dan fungisida hendaknya diketahui. Kondisi cuaca penting diperhatikan pada saat pengaplikasian (Loehr, 1984).
Tujuan Penulisan
            Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pengaruh residu pestisida terhadap tanah.
Kegunaan Penulisan
            Sebagai salah satu syarat untuk dapat mengikuti Pra Praktikal Tes di Laboratorium Pestisida dan Teknik Aplikasi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan serta sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.




POTENSI RESIDU PESTISIDA TERAHADAP TANAH
Pengertian Pestisida
Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama. Berdasarkan asal katanya pestisida berasal  dari bahasa inggris yaitu pest berarti hama dan cida berarti pembunuh. Yang dimaksud hama bagi petani sangat luas yaitu : tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus,  nematoda (cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan. Menurut peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 (yang dikutip oleh Djojosumarto, 2008) pestisida adalah semua zat kimia atau bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
1.         Memberantas atau mencegah hama-hama  dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2.         Memberantas rerumputan.
3.         Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman, tidak termasuk pupuk.
4.         Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan peliharaan dan ternak.
5.         Memberantas dan mencegah hama-hama air.
6.         Memberikan atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan alat-alat pengangkutan, memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit  pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air (Hendrawan, 2002).
Pestisida yang digunakan di bidang pertanian secara spesifik sering  disebut produk perlindungan tanaman (crop  protection products) untuk membedakannya dari produk-produk yang digunakan dibidang lain. (Djojosumarto, 2008). Pengelolaan pestisida adalah kegiatan meliputi pembuatan, pengangkutan, penyimpanan, peragaan, penggunaan dan pembuangan / pemusnahan pestisida.Selain efektifitasnya yang tinggi, pestisida banyak menimbulkan efek negatif yang merugikan. Dalam pengendalian pestisida sebaiknya pengguna mengetahui sifat kimia dan sifat fisik pestisida, biologi dan ekologi organisme pengganggu tanaman (Wudianto,2010).
Residu Pestisida Terhadap  Tanah
Residu Pestisida adalah zat tertentu yang terkandung dalam hasil pertanian, bahan pangan, atau pakan hewan baik sebagai akibat langsung maupun tak langsung dari penggunaan pestisida. Istilah ini mencakup senyawa turunan pestisida, seperti senyawa hasil konversi metabolit, senyawa hasil reaksi, dan zat pencemar yang dapat memberikan pengaruh toksikologis (Repository.usu.ac.id, 2010).
            Residu dalam tanah dapat dipengaruhi oleh   bahan   aktif   pestisida,   frekuensi   penyemprotan, konsentrasi   yang   digunakan,   arah angin,   serta kandungan  tanah    liat  dalam tanah. Untuk mengukur mudah tidaknya suatu pestisida rusak terurai di alam digunakan   parameter   waktu paruh (Decomposition Time-50 atau DT-50). DT-50 suatu pestisida   sangat   beragam   dari   jangka waktu jam   sampai dengan   waktu tahun. Bahan aktif   dengan   DT-50   lebih   panjang   tentu   akan sesuai    anjuran    dan   keracunan  daerah      penelitian      penggunaan pestisida sebanyak 18 responden (72%), lama penyemprot- dilakukan sepanjang   tahun dikarenakan   musim tanam  padi sebanyak 3 kali   dalam   satu   tahun (Djojosumarto, 2008 ).     
            Di lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida terutama terjadi melalui aliran air dari tempat kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam usaha mena ikkan produksi  pertanian dan peternakan. Jenis-jenis pestisida yang persisten (DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak mengalami degradasi dalam tanah, tapi malah akan berakumulasi. D alam air, pestisida dapat mengakibatkan biology magnification, padapestisida yang persisten dapat mencapai komponen terakhir, yaitu manusia melalui rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula, mengalami proses dalam tanah dan air sehingga ada kemun gkinan untuk dapat mencemari tanah dan air (Oginawati, 2005).    
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Residu Pestisida Dalam Tanah
Pada kenyataannya, saat ini pestisida masih sangat sering dilakukan oleh para petani dilapangan. Para petani sering menggunakan cara disemprotkan atau dengan disebar yang dengan tidak langsung pestisida akan jatuh mengenai permukaan tanah. Artinya tanah pada lahan pertanian akan mengandung bahan pestisida. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan pestisida didalam tanah yaitu :
Absorpsi oleh partikel tanah
Pemupukan pestisida cenderung berada pada permukaan tanah yang akan kaya dengan bahan organik . beberapa peneliti mengemukakan bahwa insektisida aldrin mudah terabsorpsi dan sukar keluar didalam tanah. Tinggi rendahnya bahan organik dipengaruhi oleh dinamika persistensi pestisida dalam lingkungan .dengan demikian jika kandungan bahan organik meninggi berarti mobilitas pestisida menurun, sehingga residu pestisida akan meningkat. Hal ini disebabkan pengaruh limpasan permukaan dan kolasi yang rendah .
Pencucian Air Hujan
Indonesia termasuk beriklim tropis, suhu yang relatif tinggi dan curah hujan yang tinggi menyebabkan umur residu lebih pendek, metabolisme lebih tinggi dan pencucian lebih cepat. Didalam berbagai keadaan pestisida memiliki persistensi didalam air lebih pendek bila dibandingkan didalam tanah.
Penguapan
Air berperan sebagai media trasportasi pestisida. Pindahnya pestisida dapat bersama air da debu. Selain itu pertisida dapat menguap dengan suhu yang tinggi .
Degrdasi/aktivasi mikroorganisme dalam tanah.
Kegiatan mikroba dalam tanah dapat meningkatkan suhu, sehingga dapat menyebabkan putusnya ikatan hidrogen yang terbentuk pada proses absorpsi dan akan terjadi proses debsorpsi beberapa molekul pestisida ke dalam larutan tanah dan memungkinkan pencucian dan penguapan.
Pengolahan tanah
Sistem konservasi pengolahan tanah dapat menurunkan residu petisida seperti karbofuran, terbufos, antrazine, dan klorpiripos dalam limpasan permukaan dan erasi.
Pengaruh Pestisida Terhadap Mikroorganime Tanah
Tanah merupakan salah satu reservoir utama bagi pestisida. Residu pestisida dalam tanah menunjukan banyaknya pestisida yang non mobil dari jumlah yang diaplikasikan. Berikut ini diuraikan pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme tanah :
Fungisida
Cacing tanah agak peka terhadap residu fungisida. cacing tanah akan mengalami kematian dengan fungisida berkonsentrasi tinggi. Fungisida sulfat tembaga yang digunakan secara terus menerus pada kebun buah-buahan dapat menekan/menurunkan populasi cacing tanah dengan cepat.
Insektisida
Insektisida merupakan bahan yang paling sering digunakan oleh para petani dilapangan. Bahan yang sering digunakan ini ternyata berpengaruh teradap populasi tungau predator menurun kerena adanya bahan hidrokarbon berklor. Selain itu penelitian Rodiquez-kabana dan curl (1980) menunjukan bahwa perlakuan insektisida karbofuran pada tanaman kacang tanah dapat menurunkan populasi jamur mikoriza 30 hari setelah tanam (Oginawati, 2005).
Pestisida masih diperlukan dalam kegiatan pertanian. Penggunaan pestisida yang tidak bijaksana dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan manusia . Berikut ini diuraikan beberapa dampak negatif yang mungkin timbul akibat penggunaan pestisida dalam bidang pertanian, yang tidak sesuai dengan aturan           (Darmono, 2001).
Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara. Pestisida mengalami perkolasi
atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larutan makin besar kemungkinan ikut perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin (Oginawati, 2005).
Spesies hama yang akan diberantas dapat menjadi toleran terhadap pestisida, sehingga populasinya menjadi tidak terkendali. Ini berarti bahwa jumlah individu yang mati sedikit sekali atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau dosis lebih tinggi sekalipun. Populasi dari spesies hama dapat pulih kembali dengan cepat dari pengaruh racun pestisida serta bisa menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu pada populasi baru yang lebih tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida golongan organoklorin (Darmono. 2001)
Penggunaan pestisida yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu, bahkandapat menyebabkan munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama sekunder tersebut dapat terjadi beberapa saat setelah penggunaanpestisida, atau pada akhir musim tanam atau malah pada musim tanam berikutnya. Ledakan hama sekunder dapat lebih merusak daripada hama sasaran sebelumnya (Oginawati, 2005).
Bila suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan pestisida berkembang menjadi lebih banyak dibanding dengan yang tanpaperlakuan pestisida, maka fenomena itu disebutresurgensi .Faktor penyebab terjadinya resurgesi antara lain adalah (a) butir semprotan pestisida tidak sampai pada tempat hama berkumpul dan makan; (b) kurangnyapengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa hama yang menetas sehingga resisten terhadap pestisida; (c) predator alam mati terbunuh pestisida; (d) pengaruh fisiologis insektisida kepada kesuburan hama. Hama bertelur lebih banyak dengan angka kematian hama yang menurun; (e) pengaruh fisiologis pestisida kepada tanaman sedemikian rupa sehingga hama dapat hidup lebih subur (Djojosumarto, 2000).
Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk membasmi hama tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu ) yang bisa mengganggu produksi tanaman sering
menimbulkan komplikasi lingkungan (Supardi, 1994). Penekanan populasi insekta hama tanaman dengan menggunakan insektisida , juga akan mempengaruhi predator dan parasitnya, termasuk serangga lainnya yang memangs a spesies hama dapat ikut terbunuh . Misalnya, burung dan vertebrata lain pemakan spesies yang terkena insektisida akan terancam kehidupannya. Sehingga dengan demikian bersamaan dengan menurunnya jumlah individu spesies hama, menurun pula parasitnya. Sebagai contoh misalnya kasus di Inggris, dilaporkan bahwa di daerah pertanian dijumpai residu organochlorin yang tidak berpengaruh pada rodentia tanah .Tapi sebaliknya, pada burung pemangsa Falcotinnunculus dan Tyto alba, yang semata-mata makanannya tergantungpada rodentia tanah tersebut mengandung residu tinggi, bahkan pada tingkat yang sangat fatal. Sebagai akibatnya, banyak burung -burung pemangsa yang mati. Begitu juga pada binatang jenis kelelawar. Golongan ini ternyata tidak terlepas dari pengaruh pestisi da. Dari 31 ekor kelelawar yang diteliti, semuanya mengandung residu senyawa Organochhlorindengan DDE (Hendrawan, 2002) .
Penggunaan pestisida dalam kegiatan pertanian dapat mengakibatkan dampak negatif pada kesehat an manusia, misalnya : (a) terdapat residu pestisida pada produk pertanian; (b) b ioakumulasi dan biomagnifikasi melalui rantai makanan. Manusia sebagai makhluk hidup yang letaknya paling ujung dari rantai makanan dapat memperoleh efek biomagnifikasi yang p aling besar. Dampak ini ditimbulkan oleh pestisida golongan organoklorin; (c) keracunan pestisida, yang sering terjadi pada pekerja dengan pestisida. Dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tak langsung yang dihubungkan dengan sifat dasar bahan kimianya (Keman, 2001 dan Djojosumarto, 2000):
Organoklorin (OK)
Merupakan racun kontak dan racun perut. Merugikan lingkungan dan kesehatan masyarakat karena sifat persistensinya sangat lama di lingkungan, baik di tanah maupun jaringan tanaman dan dalam tubuh hewan. Persistensi organoklorin menimbulkan dam-pak negatif seperti biomagnifikasi dan masalah kera cunan kronik yang membahayakan. Herbisida senyawa 2,3,7,8 –TCDD merupakan senyawa toksik untuk ternak termasuk manusia, masuk lewat kontak kulit atau saluran pencernakan, menginduksi enzim oksidase, karsinogen kuat, teratogenik serta menekan reaksi imun. Toksisitas golongan organoklorin ini yaitu sebagai anastesi, narkotik dan racun sistemik. Cara kerja spesifiknya adalah sebagai depressant system saraf pusat (narkosis),
kerusakan jaringan liver dan kerusakan jaringan ginjal.
Organofosfat (OP)
Merupakan racun kontak, racun perut maupun fumigan. Toksisitas karena paparan senyawa ini meliputi system syaraf melalui inhibisi enzim kolinesterase.
Karbamat
Seperti halnya golongan organofosfat, toksisitasnya dengan penghambatan aktivitas enzim kolinesterase pada sistem syaraf (Darmono. 2001).
Tindakan pengelolaan terhadap pestisida bertujuan untuk agar manusia terbebas dari keracunan dan pencemaran oleh pestisida. Beberapa tindakan pengelolaan yang perlu diambil untuk mencegah keracunan dan pencemaran ol eh pestisida ialah penyimpanan, pembuangan serta pemusnahan limbah pestisida . Penyimpanan pestisida sebagai barang berbahaya harus diperhatikan. Dari studi householdyang pernah dilakukan oleh FAO di Alahan Panjang, Sumatera Utara dan Brebes ,banyak ibu rumah tangga yang menyimpan pestisida di rumah satu ruang dengan tempat menyimpan mak anan, minuman dan mudah dijangkau oleh anak (Depkes, 2000). Pestisida harus disimpan pada tempat yang aman . Hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan pestisida, yaitu ( Siswanto, 1991 dan Depkes 2000) :
1.      Pestisida disimpan dalam kemasan aslinya ,jangan di pindahkan ke wadah lain terutama
wadah yang biasa digunakan untuk menyimpan makanan atau minuman.
2.      Dalam jumlah kecil, pestisida dapat disimpan dalam lemari tersendiri, terkunci dan jauh dari jangkauan anak –anak dan binatang piaraan, tidak berdekatan denga npenyimpanan makanan atauapi.
3.       Dalam jumlah besar, pestisida dapat disimpan dalam gudang dengan ketentuan sebagai berikut :
a.       Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak terkena banjir dan lantai gedung harus miring.
b.      Dinding dan lantai gudang kuat dan mudah dibersihkan.
c.       Pintu dapat ditutup rapat dan diberi peringatan atau dengan tulisan atau gambar.
d.      Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup, dan suhu memenuhi ketentuan yang berlaku.
e.       Selalu dikunci apabila tidak ada kegiatan.
f.       Tidak boleh disim pan bersama-sama bahan lain.
g.      Pemasangan instalasi listrik dan penggunaan peralatan listrik harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
h.      Di luar ruangan penyimpanan ditulis papan peringatan.
4.      Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi syarat yang berlaku terhadap kemungkinan bahaya peledakan. Limbah pestisida biasanya berupa pestisida sisa yang berada dalam kemasan. Pembuangan yang tidak benar selain dapat mencemarilingkungan juga merupakan potensi bagi orang untuk terpapar secara tidak langsung dengan pestisida. Pembuangan dan pemusnahan limbah pestisida, yang perlu memperhatikan hal – hal sebagai berikut.
( Siswanto, 1991 dan Depkes, 2000).
Dalam penggunaan pestisida sangat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan mengingat besarnya risiko yang diterima oleh masing-masing pihak. Kelompok yang perlu mendapat perhatian adalah pekerja yang berhubungan dengan pestisida, karena merupakan kelompok masyarakat yang sangat rentan terhadap keracunan pestisida. Pekerja yang berhubungan dengan pe stisida dalam hal ini adalah pekerja dalam suatu perusahaan pengelola pestisida ataupun petani sebagai pengguna pestisida Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO), 1992 yang meneliti 214 orang petani selama dua tahun, terj adinya keracunan akut yang diderita oleh petani responden disebabkan petani tidak memahami bahaya pestisida terhadap kesehatannya. Sedangkan pakaian pelindung yang aman, terlalu panas untuk digunakan di daerah tropis dan harganya terlalu mahal, sehingga para petani harus menerima keadaan sakit sebagai risiko bekerja di sektor pertanian (Depkes, 2000). Para petani potensial sebagai penderita keracunan pestisida yang dipergunakan di lahan usaha taninya. Keracunan terjadi disebabkan oleh hal -hal berikut:
1.      Kurang mengertinya petani akan bahaya pestisida.
2.      Masih banyaknya pestisida yang sangat berbahaya yang beredar dan mudah didapati oleh petani.
3.      Tidak tersedianya alat pelindung diri yang aman, murah dan enak digunakan oleh petani.
(Darmono. 2001)

KESIMPULAN
1.      Pestisida adalah substansi (zat) kimia yang digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama.
2.      Pengaruhnya yaitu adanya residu pestisida yang dapat menurunkan populasi mikroorganisme tanah seperti pada cacing tanah dan bakteri mikoriza.
3.      Residu dalam tanah dapat dipengaruhi oleh bahan aktif pestisida, frekuensi   penyemprotan, konsentrasi   yang   digunakan,   arah angin,   serta kandungan tanah    liat  dalam tanah.
4.      Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk membasmi hama tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu ) yang bisa mengganggu produksi tanaman sering menimbulkan komplikasi lingkungan
5.      Dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tak langsung yang dihubungkan dengan sifat dasar bahan kimianya


DAFTAR PUSTAKA
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran Hubungannya dengan Toksikologi. Senyawa Logam. Jakarta, Universitas Indonesia.

Djojosumarto P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian . Kanisius, Yogyakarta.

Fischer HP. 1992. New Agrichemicals Based on Microbial Metabolites, dalam New Biopesticides.

Hendrawan, 2002. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Keracunan Pestisida Pada   Petani   Sayur   Di   Kota   Jambi   Tahun 2008. Jurnal   Pdii Lipi   No   Issn 2085   – 1677.   Lipi. Jakarta. Http://Jurnal.Pdii.Lipi.Go.Id/Admin/Jurnal/ 1jan095973.Pdf. 9 April 2013.

Oginawati   K.   2005.  Analisis   Risiko   Penggunaan Insektisida   Organofosfat   Terhadap   Kesehatan Petani   Penyemprot.   Universitas   Sumatera Utara. http://www.usu.ac.id. 9 April 2013.

Pawitra A. S. 2012. Pemakaian   Pestisida   Kimia   Terhadap   Kadar   Enzim Cholinesterase dan Residu Pestisida Dalam Tanah. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada I Volume 01/Nomor 01/Agustus 2012.

Proceeding of the ’92 Agric. Biotechnology Symposium on Biopesticide .September 1992. Suwon. Korea.

Siswanto, 1991 dan Depkes 2000.  Kejadian Anemia Dan Keracunan Pestisida Pekerja Penyemprot Gulma Di Kebun  Kelapa     Sawit    PT   Agro    Indomas      Kab.   Seruyan   Kalimantan   Tengah.   Semarang, Universitas   Diponegoro. http://eprints.undip.ac.id. 9 April 2013.       

Sudarmo, 1991. Pengaruh Penggunaan Pestisida Terhadap Kondisi Tanah dan Mikroorganisme Tanah. www. usu. Repository.ac.id. 2013.

Wudianto, 2010. Pestisida dan Teknik Aplikasi. Kanisius. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar